Tahukah Anda, malam 1 Juni adalah malam
paling meresahkan bagi Bung Karno. Meski dipejam-pejamkannya kedua mata,
tak juga mampu mengundang kantuk. Dalam hal Indonesia merdeka, hatinya
sudah bulat. Hakkul yakin. Dalam hal kemerdekaan hanya akan kekal dan
abadi manakala dilandasi persatuan dan kesatuan, Bung Karno pun hakkul
yakin. Meski begitu, ada perasaan yang menghendaki dorongan lebih untuk
berbicara keesokan harinya.
Gelisah itu sungguh menggantu pikirannya.
Bukan tentang materi apa yang akan dipidatokan keesokan harinya. Untuk
berpidato di depan BPUPKI, Bung Karno bahkan tidak perlu
mempersiapkannya dalam bentuk teks tertulis. Anehnya, masih ada perasaan
yang kurang mantap pada dirinya. Bung Karno terus dan terus merenungkan
itu sembari membolak-balikkan tubuhnya di atas dipan.
Ketika rasio terbentur tembok… manakala
hati tak mampu lagi menyuarakan pendapatnya yang paling benar… Bung
Karno hanya ingat, Tuhan-lah satu-satunya tempat ia bertanya. Hanya
Tuhan yang mampu meredam kegundahgulanaan perasaan. Ia tahu apa yang
harus diperbuat. Turun dari tempat tidur, dan melangkahkan kaki ke luar
rumah, persisnya ke bagian belakang rumahnya di Jl. Pegangsaan Timur 56,
Jakarta Pusat.
Di belakang rumah, ia segera menekuk
lutut berlutut, menengadahkan wajah ke atas, memohon petunjuk Allah SWT.
Malam itu, malam bulan Juni saat cuaca sangat cerah. Di atas, ia
saksikan ribuan… ratusan ribu… mungkin jutaan bintang berkerlap dan
berkerlip. Dalam posisi lutut tertekuk, muka menengadah, kedua tangan
memohon… disaksikan ribuan bintang… Bung Karno menjadi seorang hamba
Allah yang begitu kecil.
“Ya Allah Ya Rabbi… berikanlah ilham
kepadaku. Besok pagi aku harus berpidato mengusulkan dasar-dasar
Indonesia merdeka. Pertama, benarkah keyakinanku, ya Tuhan, bahwa
kemerdekaan itu harus didasarkan atas persatuan dan kesatuan bangsa?
Kedua, ya Allah ya Rabbi, berikanlah petunjuk kepadaku, berikanlah ilham
kepadaku, kalau ada dasar-dasar lain yang harus kukemukakan: Apakah
dasar-dasar itu?”
Itulah lantunan doa Bung Karno kepada
Allah SWT sebelum keesokan paginya berpidato di hadapan sidang BPUPKI.
Usai berdoa, Bung Karno pun kembali masuk ke kamar dan membaringkan
kembali tubuhnya di pembaringan. Ia menenangkan pikiran dan mencoba
tidur. Entah karena permohonan sudah disampaikan, atau karena ia memang
sudah lelah… tak lama kantuk datang menyerang dan Bung Karno pun
terlelap.
Keesokan paginya, pagi-pagi sekali ia
sudah bangun. Setelah shalat shubuh, Bung Karno pun mendapatkan ilham
Pancasila. Jawaban spontan dari Tuhan atas doa yang ia lantunkan
semalam.
Kisah tersebut, acap disampaikan Bung
Karno dalam kesempatan berpidato di berbagai kesempatan pasca
kemerdekaan kita. Meski bukan yang pertama dan kedua, setiap Bung Karno
menuturkan kegelisahan malam 1 Juni, kemudian beranjak ke belakang
rumah, berlutut dan berdoa… hampir dapat dipastikan air mata pasti
meleleh dari pipinya. Biasanya, Bung Karno akan berhenti berpidato
sejenak dan berkat, “Maaf… kalau aku ingat ini selalu terharu….”
0 komentar:
Posting Komentar