Sebagi Diplomat ulung sampai kini posisi
BungKarno belum tergantikan. Hal ini Nampak saat beberapa kali kunjungan
ataupun menerima tokoh-tokoh dunia. Dalam menghadapi tokoh dunia yang
seide Bung Karno akan tampil begitu manisnya, tapi dia akan begitu
garang bila menghadapi tokoh-tokoh Negara besar yang tidak memberikan
rasa hormatnya kepada Indonesia.
Nah, ini adalah sekelumit pujian Bung
Karno kepada Mao. Pertama, ia memuji Mao sebagai seorang pemimpin yang
cerdik. Dikisakan, pada satu periode, Negeri Tirai Bambu itu terancam
bahaya kelaparan. Tanaman padi, jagung, dan gandung yang ditanam para
petani, terancam gagal panen.
Ancaman terhadap produksi bahan pakan
negeri dengan penduduk terbesar di dunia itu, datang dari jutaan burung
pipit yang hidup liar di seantero negeri. Betapa tidak, tatkala
bulir-bulir padi mulai ruah, kawanan burung pipit menyerbunya habis.
Pohon padi yang siap panen pun menjulang tanpa isi. Sebuah ancaman
kelaparan sungguh tampak di pelupuk mata.
Mao Zedong menerapkan strategi jitu guna
menuntaskan hama burung pipit di negerinya. Mao tahu, burung pipit hanya
punya kemampuan terbang terus-menerus selama empat jam. Maka, pada
suatu ketika, Mao memerintahkan rakyatnya yang waktu itu berjumlah 600
juta, untuk secara serentak memukul tong-tong dari bambu, mengoyak-oyak
pepohonan, berteriak-teriak atau berbuat sesuatu untuk menghalau burung
pipit.
Perintah Mao dipatuhi. Alhasil, suatu
hari, sejak pukul lima pagi hingga jam sembilan, ratusan juta rakyat di
seluruh penjuru negeri melaksanakan perintah Mao. Gaduhlah negeri itu.
Syahdan… jam sembilan lebih 30 menit, kurang lebih, jutaan burung pipit
berjatuhan, lemas menggelepar di tanah. Sontak jutaan rakyat Cina
menangkap, memungut, menggoreng dan memakannya. Persoalan pun teratasi.
Bung Karno sangat sering menyitir
kejadian di atas dalam banyak kesempatan, di banyak negara. Tak heran
jika sebagian orang yang tidak menangkap substansi, langsung menuding
Bung Karno berbaik-baik dengan tokoh komunis. Bahkan tidak sedikit yang
menuding adanya kecenderungan Bung Karno menjadi komunis.
Atas tudingan sampah tadi, Bung Karno
lewat buku yang ditulis Cindy Adams menukas, “Aku akan memuji apa yang
baik, tak pandang sesuatu itu datangnya dari seorang komunis, Islam,
atau seorang Hopi Indian. Akan tetapi, betapa pun, pandangan dunia luar,
maka terhadap persoalan apakah aku akan menjadi komunis atau tidak,
jawabnya ialah: T-I-D-A-K!”
Bahwa ia bersahabat baik dengan Moskow
dan Beijing, Bung Karno bardalih karena memang kedua negara –yang
kebetulan komunis– itu begitu menghormati dan mengagungkan Bung Karno.
Ia mengambil contoh, saat berkunjung ke Moskow, 150 orang Rusia berbaris
untuk menyanyikan lagu “Indonesia Raya” sebagai penyambutan terhadap
kedatangan Bung Karno di lapangan terbang, sungguhpun Bung Karno datang
dengan pesawat terbang Amerika (PanAm). Atas peristiwa itu, Bung Karno
mengaku terharu, bahkan air matanya berlinang-linang.
Demikian pula ketika Bung Karno
berkunjung ke Cina. Di Beijing, rakyat Cina menyambut kedatangan Bung
Karno dengan arak-arakan pawai raksasa serta tembakan penghormatan. Bung
Karno bahkan bisa merasakan, orang-orang yang ikut dalam rombongannya,
ikut merasakan bangga. Bangga karena bangsa Indonesia yang telah
diinjak-injak, kini telah mengambil tempatnya, berdiri di antara
bangsa-bangsa besar.
0 komentar:
Posting Komentar