Larangan Memilih Pemimpin Non Muslim

Baru-baru ini, banyak berita yang mengabarkan berita tetang video Gubernur DKI Jakarta di Kepulauan Seribu.

Bahkan berita ini semakin viral dengan adanya demo damai yang terjadi di Jakarta. Terdapat kalimat yang menjadi perhatian dalam berita ini, “Masyarakat kepulauan tidak perlu takut jika tidak ingin memiliki beliau sebagai Gubernur untuk masa pemilihan ini, karena dibohongin ‘PAKAI’ surat Al-Maidah ayat 51, dan dibodoh-bodohin, ditakut-takutin masuk negara.”


Meskipun masih ada kalimat atau pidato yang disampaikan tapi kelimat tersebutlah yang kemudian memicu kehebohan di kalangan masyarakat, khususnya kaum Muslim. Lantas apa sebenarnya isi dari surat Al-Maiadh ayat 51?

Pemimpin memiliki peran penting dalam perkembangan kelompok atau negara sehingga ia harus memiliki karakteristik sebagaimana layaknya seorang pemimpin. Oleh karena itu, kita harus bisa memilih pemimpin yang tepat.

Surat Al-Maidah ayat 51 mengatakan bahwa orang-orang beriman dilarang untuk memilih orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin karena sebagian dari mereka adalah “awliya”. Barangsiapa yang memilih mereka menjadi “awliya” maka mereka termasuk golongannya dan Allah tidak akan memberi petunjuk pada orang yang zalim.

Memilih pemimpin menurut Islam tersebut, sudah jelas bahwa kita dilarang untuk memilih orang Nsrani dan Yahudi sebagai pemimpin. Lantas, apakah semua orang Nasrani dan Yahudi dilarang menjadi pemimpin atau ada ketentuan lainnya?

Di dalam surat Al-Maidah ayat 51 terdapat kata “awliya” yang merupakan alasan mengapa kita dilarang memilih pemimpin kafir. Beberapa ulama mengungkapkan pendapatnya masing-masing mengenai penyebab turunnya surat tersebut. As-Saddi mengatakan jika ayat iin diturunkan berkaitan dengan dua orang lelaki. Salah satu lelaki mengatakan bahwa ia akan pergi kepada si Yahudi untuk berlindung dan masuk agamanya, barangkali ia bermanfaat untuk lelaki tersebut. Sedangkan, lelaki yang lain mengatakan bahwa ia akan pergi ke si Fulan yang beragama nasrani ke Negeri Syam dan ia akan berlindung serta ikut masuk ke agamanya. Setelah itu, turunlah surat Al-Maidah ayat 51 yang melarang mereka untuk mengambil orang Yahudi dan Nsrani sebagai “awliya”.

Di dalam surat lain, yakni AN-Nisaa ayat 144 mengatakan bahwa kita dilarang untuk menjadikan orang kafir menjadi “awliya” dengan meninggalkan mukmin karena Allah akan menyiksa kita dengan alasan ini.

Dari kedua ayat tersebut, ada kata “awliya” dan apakah maksud dari kata tersebut?
Menurut Ibn Katsir, Maksud dari istilah “awliya” adalah berteman akrab, tulus, setia, membuka rahasia orang mukmin pada mereka dan merahasiakan kecintaan orang mukmin pada mereka. Jadi, tafsir Ibn Katsir mengatakan jika kata “awliya” sebagai pemimpin yang baik. Maksudnya adalah berteman dalam arti beraliansi dan bersekutu dengan meninggalkan kaum mukmin, namun bukan bermakna dilarang berteman sehari-hari. Surat Al-Maidah tersebut diturunkan dalam konteks ketika kaum muslim kalah di dalam perang Uhud, jadi banyak yang tergoda untuk bersekutu dengan pihak Nasrani dan Yahudi untuk mendapatkan keuntungan, padahal hal ini jelas dilarang.

Berdasarkan ulasan dalil memilih pemimpin di atas maka kita tahu bahwa memilih pemimpin adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah. Terlepas dari masalah yang terjadi, sebagai masyarakat Indonesia seharusnya kita bisa saling menghormati dan menghargai kepercayaan masing-masing orang karena itu adalah hak pribadi. Memahami surat dengan baik adalah solusi agar kita tidak terjebak dengan masalah atau konflik-konflik yang terjadi. Oleh karena itu, toleransi antarumat sangat diperlukan untuk menciptakan perdamaian di Indonesia dan memahami larangan memilih pemimpin non Muslim.
Share on Google Plus

About Unknown

0 komentar:

Posting Komentar